Tuesday, October 16, 2007

Berkunjung ke Buju’ Pongkeng

Ritual Khusus Mencari Jodoh

Datang ke buju’ atau asta, biasanya, untuk tujuan spiritual. Namun, itu relatif tidak berlaku di Buju’ Pongkeng, Desa Pakandangan, Kecamatan Bluto. Masyarakat yang datang ke sana kebanyakan bertujuan mempermudah jodoh dan rezeki.

SAAT itu, sekitar pukul 11.00, tampak ratusan warga berada di sekitar Buju’ Pongkeng. Mereka tidak semuanya mendekat ke lokasi buju’ (makam). Ada yang memilih duduk santai di bawah rimbun pepohonan di sekitar buju’.

Dari arah kejauhan sudah terlihat pemandangan orang yang berkunjung ke Buju’ Pongkeng. Apalagi letak buju’ memang berada di atas perbukitan. Dari bawah bukit terlihat ratusan orang duduk di pinggir jalan, rimbun pohon, maupun di sekitar makam.

Secara geografis, Buju’ Pongkeng berada di Desa Pakandangan Sangrah. Namun, karena dari dulunya lebih dekat dengan Dusun Pongkeng, Desa Aengbaja, akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Buju’ Pongkeng.

Untuk sampai di Buju’ Pongkeng harus melewati jalan setapak berbatu. Setelah melewati jalan beraspal di Desa Aengbaja, warga yang akan datang ke buju’ bisa menggunakan sepeda motor untuk mencapai sekitar bukit. Namun, bagi warga yang membawa kendaraan roda empat disarankan memarkir di kaki bukit tak jauh dari rumah penduduk.

Saat koran ini tiba di kaki bukit, tampak beberapa kendaraan mobil diparkir di dekat rumah penduduk. Di kanan kiri jalan berbatu menuju bukit banyak warga sekitar mengais rezeki dengan berjualan. Mulai dari minuman hingga aneka jenis makanan.

Di kanan kiri jalan itu banyak warga kongkow-kongkow. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua. Mereka kebanyakan berkelompok. Namun, ada yang hanya terlihat berdua, baik laki-laki dengan perempuan, maupun sesama jenis. Pemandangan itu terlihat di kanan kiri jalan menuju bukit hingga sekitar Buju’ Pongkeng.

Begitu sampai di area buju’, suasana ramai makin terasa. Di bawah cungkup yang baru dibangun di timur buju’, terlihat yang duduk-duduk secara berkelompok. Ada yang terlihat membawa makanan. "Yang datang bukan hanya dari Bluto saja. Ada yang dari Blega, Bangkalan. Mereka rombongan naik mobil," ujar Bu Habib, warga yang saat ini menguasai Buju’ Pongkeng. Bu Habib ini merupakan keturunan Pak Suani alias Mawi yang sebelumnya pernah menjadi juru kunci buju’.

Bagi sebagian besar warga Kecamatan Bluto, tradisi berkunjung ke Buju’ Pongkeng pada H+1 Lebaran bukan hal baru. Tradisi yang satu ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Bedanya, jika dulu yang datang hanya untuk keperluan spiritual, kini banyak didorong tujuan lain. Seperti mencari jodoh, memermudah rezeki, dan lainnya.

Ketika koran ini datang ke Buju’ Pongkeng H+1 Lebaran lalu, beberapa warga yang ditemui mengaku datang untuk mencari keberuntungan. Maksudnya? "Saya sih ikut-ikutan saja. Katanya kalau datang ke sini bisa ketemu jodoh kalau bareng dengan takdirnya," ujar Totok, remaja asal Desa Bluto.

Warga yang datang ke Buju’ Pongkeng ada yang sengaja datang berdua bersama pasangannya. Seperti Toni dan Oktavi, yang juga berasal dari Desa Bluto. "Kalau kita tujuannya memang untuk bersantai," katanya. Bagaimana dengan kepercayaan akan ketemu jodoh? "Kalau itu sih tergantung. Kan calon jodohnya sudah dekat," ujar Toni lalu melirik ke Oktavi.

Menurut Bu Habib, kepercayaan ketemu dengan jodoh merupakan kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat. "Sebenarnya, dulu yang datang ke sini untuk berziarah dan mengaji ke makam Syekh Arif Muhammad ini. Tapi, ternyata anak muda sekarang banyak datang untuk keperluan lain," katanya.

Meski begitu, Bu Habib membenarkan ada yang percaya jika warga yang datang dan mengambil kembang di atas makam Syekh Arif Muhammad keinginannya bisa terkabul. "Tapi, ini masalah keyakinan juga," ujarnya.
Sementara menurut Endin, warga Desa Bluto, saat ini warga yang datang ke Buju’ Pongkeng hanya ikut-ikutan. Sebab, pada H+1 Lebaran ramai dikunjungi pengujung yang ingin berziarah. "Mereka, terutama anak muda, datang ke sini justru untuk pacaran. Bagi yang belum punya pacar, ya mencari disini. Makanya, dianggap tradisi ini untuk mencari jodoh," jelasnya.

Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh Bu Habib, Buju’ Pongkeng merupakan pesarean Syekh Arif Muhammad, salah satu tokoh asal Mesir yang pernah menyebarkan agama Islam di Sumenep. Dulu, Syekh Arif Muhammad dipercaya datang ke Sumenep hanya dengan menunggang sapu tangan. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 16 Okt 2007

3 comments: