Monday, March 19, 2007

Sastra Madura dan Kekerasan

Sastra Madura yang penuh dengan pesan, kesan, kritik dan ajaran-ajaran sempat lenyap dari permukaan , di masa lampau sastra lisan madura sangat diminati oleh masyarakat dari kalangan grass root (rakyat jelata) sampai kalangan elit (kraton), karena dengan sastra tersebut rakyat madura dapat mengeskpresiankan diri, menyampaikan pesan moral, gejolak hati, ajaran agama.

Orang Madura yang terkenal keras menghadapi hidup, maju menentang arus, masih sempat untuk mendendangkan sastra–sastra, dengan kondisi geokrafis yang panas, ombak lautan yang garang, maka sastra-satranya penuh dengan motifasi, pesan ajaran yang ketat.

Oleh Halimi Zuhdy LS

Di antara sastra Madura yang sangat di gemari antara lain, dongeng, lok-olok, syi’ir, tembang, puisi mainan anak-anak. Dungngeng Madura adalah cerita atau kisah yang di ambil dari cerita-cerita rakyat madura, yang mengandung beberapa pesan, dan harapan. Dongeng ini sering di dendangkan dalam pengajian, perkumpulan-perkumpulan. Sehingga hal tersebut di anggap primer dalam menumbuhkan kembangkan tradisi-tradisi yang ada dipulau madura. Dan dongeng tersebut merupakan cermin kehidupan pada masa lampau.

Sedangkan Syi’ir merupakan untaian kata-kata indah, dengan susunan kalimat-kalimat yang terpadu. Biasanya syi’ir ini di baca di pesantren-pesanten, majlis ta’lim, dan walimatul urs. Tembeng tidak jauh berbeda dengan syi’ir, biasanya tembang di baca ketika punya hajat atau akan mengawinkan anaknya, yang di baca oleh dua orang atau lebih sepanjang malam.

Sastra Madura yang akhir-akhir ini, disinyalir semakin melemah karena publik kurang memperhatikan sebagai mana diungkapkan oleh Prof Dr Suripan sadi Hotomo 'Sastra Madura' (modern) telah mati, sebab sastra ini tak lagi mempunyai majalah BM (Berbahasa Madura-Red). Buku-buku BM pun tak laku jual.

Dan, sastra Madura tak lagi mempunyai kader-kader penulis muda, sebab yang muda-muda umumnya menulis dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian dewasa ini sedikit, bahkan dapat dikatakan tidak ada, yang berminat menulis sastra dalam bahasa Madura. Bahkan tokoh-tokoh sastrawan Madura, seperti Abdul Hadi WM, Moh. Fudoli, dan lain-lain lebih suka menulis dalam bahasa Indonesia.

Sedangkan nama-nama penerjemah sastra Madura yang terkenal seperti SP Sastramihardja, R. Sosrodanoekoesoemo, R. Wongsosewojo kini telah tiada dan belum ada penggantinya. Mungkin hal ini merupakan sebuah proses sastra Madura sedang mengindonesiakan diri. Namun, meskipun demikian sastra Madura tidaklah lenyap dari peredaran tampa menyisakan bekas sedikitpun.

Meskipun ada pendapat modern yang menyatakan bahwa sastra tidak harus menjadi cermin masyarakat, tidak dapat di buat rujukan terhadap fenomena yang berkembang dalam masyarkat tersebut, dan juga sastra bukanlah merupakan gambaran dari kehidupan yang ada pada masyarkat tersebut, namun berbeda dengan sastra Madura yang justru menjadi cermin dari kesanggupan menghadapi kehidupan; alam yang keras, panas yang menyengat, lautan yang garang, dan berbatu cadas, disinilah sastra Madura menjadi cermin kehidupan di samping sikap terhadap Tuhan yang menciptakan alam semesta.

Selama ini orang Madura yang terkenal dengan kekerasaanya, baik watak, sikap, kemauan, berpendapat, dan segala bentuk kekerasan ditujukan pada orang Madura. Sehingga image tentang Madura dihadapan publik buruk dan jauh dari sikap santun dan damai. Sastra Madura dalam hal ini sangat memberikan kesan dan peran , bahwa anggapan publik selama ini tentang kekerasan yang sering diidentikkan dengan jahat, marah, amoral, kasar, tidak bersahabat tidaklah benar.

Kekerasan berbeda dengan keras, keras memang merupakan watak kebanyakan orang Madura, yang memang kondisi kultural dan geografisnya panas, ombak lautan yang garang, gunung-gunung yang terjal, bebatuan yang kokoh, menjadikan watak orang medura keras. Keras dalam hal ini, dalam kemauan, memegang prinsip, aqidah, dan keras terhadap ajaran-ajaran agama. maka sastra-satranya penuh dengan motifasi, pesan ajaran yang ketat, menentang kema’siatan, keras terhadap musuh-musuh yang mencoba menghancurkan aqidahnya. Sastra Madura (syair) , yang kebanyakan lewat pesatren dapat membuktikan bahwa isi dan kandunganya mengadung ajaran yang ketat.

Sosok Zawawi dengan celurit emasnya, mampu mengubah persepsi di hadapan publik bahwa celurit sebagai alat pembunuh menjadi alat yang bermamfaat bagi kehidupan orang Madura, yang memang menjadi ciri khas orang Madura. Yang jelas Sastra Madura mampu meluluhkan hati dan gejolak masyarakat Madura, dan menghilangkan kesan terhadap anggapan-anggapan bahwa orang Madura kasar, jahat dan amoral. Sastra yang selalu diindentikan dengan halus, indah maka demikian juga sastra Madura yang penuh dengan mutiara-mutiara kata, rangkain kalimat yang indah dan penuh dengan nuansa regilius.

Potena mata tak bisa ngoba karep
Biruna ombha’ abarnai kasab
Pangeran mareksane ngolapah ateh
Galinah batoh, tebbellah bhumi tak kobasa
Ngoba ngagalinah Pangeran


Halimi Zuhdi LS, Peneliti sastra, cerpenis dan Mahasiswa Pasca Sarjana PBA UIN Malang, Alumni Fakultas Humaniora Budaya, Jurusan sastra Arab UIN Malang, dan kini Ketua Linguistic and Literature Malang


Sumber: Penulis Lepas, 22/12/2005

Labels: , , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home