Monday, October 01, 2007

Prosesi Pemakaman KH M. Tidjani Djauhari

Didoakan Ribuan Umat, Diwarnai Isak Tangis Pelayat

Sore hari kemarin di Ponpes Al Amien Prenduan ribuan orang datang melayat. Pengasuh pondok KH Tidjani Djauhari MA berpulang ke rahmatullah. Berdasar hasil diagnosa, almarhum menderita penyakit jantung. Meski sempat dirawat di RS Jantung Harapan Kita Jakarta, Allah SWT mengehendaki lain.

Usai subuh kemarin, hampir setiap masjid/musala di kecamatan Pragaan Sumenep menyiarkan berita duka. Kabar itu tak saja mengejutkan warga di sekitar lokasi pondok pesantren. Kabar duka lainnya yang terkirim antarponsel melaui pesan pendek terus bertiup ke se antero Madura, regional Jatim, nasional, bahkan ke manca negara. Terutama kepada semua orang yang pernah mengenal sosok Tidjani.

Sejak pagi orang-orang berdatangan ke Ponpes Al Amien. Mereka para pejabat di lingkungan Pemrov Jatim, bakorwil IV, dan petinggi empat kabupaten di Madura. Ada juga anggota DPRD Jatim Achmad Rubai dan Darwiz Maszar. Kandepag Jatim Roziqi yang didampingi Kakandepag se Madura juga datang.

Jajaran muspida se Madura dan alumni pondok di berbagai nusantara tampak di kerumunan para pe-taksiah. Begitu juga para ulama se Madura juga turut hadir dan mendoakan almarhum. Sebagian besar pelayat, menitikan air mata terutama ketika jenazah diangkat menuju pemakaman keluarga Ponpes Al Amien.

Menjelang detik-detik pemakaman yang dijadwalkan pukul 16.00 WIB, orang-orang semakin ramai berdatangan. Untuk pelayat laki-laki, bergantian masuk ke masjid dan melaksanakan salat jenazah. Masjid Jamik Al Amien ini selain penuh sesak para pelayat, suara tahlil dan doa membahana di masjid terbesar se Kecamatan Pragaan ini.

Posisi jenazah di dekat mimbar masjid, dekat tempat imam memimpin salat. Di kiri kanan jenazah yang berada dalam keranda bertabir kain hijau bertuliskan kalimat syahadat, para ulama membaca doa dan tahlil. Di antara ratusan ulama di dekat jenazah Kiai Tidjani itu, terdapat dua adik almarhum, KH Idris Djauhari dan KH Maktum Djauhari.

Di dekat keduanya duduk pengasuh ponpes se Madura. Diantaranya KH Ishomuddin AS (Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep), KH Ali Karrar (Proppo, Pamekasan), dan koordinator pusat IKBAL (Ikatan Keluarga Besar al Amien) KH Taufiqurrahman FM. Selain itu, pengasuh ponpes Nurul Huda (Pakandangan) KH Aniul Haq MA, pengasuh ponpes al Hikmah KH Fauzi Rasul (Kapedi), dan puluhan pengasuh ponpes lainnya.

Ketika jam tembok di dinding masjid menunjuk pukul 15.30, Koordinator IKBAL KH Taufiqurrahman FM berdiri di hadapan ribuan pelayat. Atas nama koordinator IKBAL, mantan anggota DPRD Jatim ini mengaku sangat kehilangan. "Kami dan semua anggota IKBAL sangat-sangat kehilangan," kata Taufiq terbata-bata.

Dia yakin tak saja IKBAL yang kehilangan sosok Tidjani. Pria berbadan subur itu percaya berbagai pihak yang pernah mengenal Kiai Tidjani akan merasa kehilangan. "Kami kira, semua tahu sosok KH Tidjani yang tak hanya menasional tetapi dikenal di internasional," katanya.

Taufiq menambahkan, Kiai Tidjani sangat peduli terhadap pendidikan. Buktinya, pengasuh pesantren Jambu Lenteng Sumenep itu selalu menemukan pesan-pesan terkait urgensi pendidikan di setiap pidato almarhum.

Dia mengumumkan kepada ribuan pelayat bahwa majelis kiai telah bermusyawarah siapa pengganti Tidjani sebagai pengsuh pondok. Berdasarkan hasil musyawarah majelis kiai, penerus perjuangan pendidikan dan bertindak sebagai pengasuh adalah KH Idris Djauhari.

Idris Djauhari berpidato atas nama keluarga setelah Taufiqurrahman. Adik kandung almarhum itu tak kuasa menahan isak. Dari auranya, jelas sekali terbaca tangisnya belum selesai. Dia mengaku tak menduga kakaknya begitu cepat pergi ke alam baka.

Saat di rawat di Surabaya, Kiai Tidjani minta pulang ke pondok. Begitu tiba di pondok dan mendekati sakaratul maut, Idris mengakui bahwa kakaknya memberi isyarat untuk pergi selama-lamanya. "Mohon almarhum dimaafkan bila ada salah dengan atau tanpa disengaja," kata Idris terbata-bata.

Di ujung sambutannya, Idris memanggil dan memerkenalkan adiknya, KH Maktum Djauhari MA, di hadapan ribuan umat dan para pelayat. Dia katakan, Maktum Djauhari menjadi wakil pengasuh. Dalam kedukaannya, Idris sempat bercanda bahwa baik Maktum maupun dirinya sama-sama bergelar MA. Maktum meraih gelar MA dari Timur Tengah yang tak lain kependekan dari master of art. Sedangkan MA saya diraihnya di sekitar sini saja. "Bukan master of art tapi Madura asli," kata Idris.

Kemudian, sesaat sebelum keranda digotong ke makam keluarga yang hanya berjarak kurang dari 20 meter di selatan masjid, teriakan Allahu Akbar dan tahlil membahana. Tahlil terus tak terputus sampai jenazah almarhum menuju peristirahatan terakhir.

Dalam riwayat hidup, Tidjani Djauhari meninggalkan seorang istri (Ny. Hj. Dra Anisah Fathimah Zarkasyi). Dia juga meninggalkan 8 orang anak (Ahmad Fauzi, Shafiyah, Aisyah, Afifah, Imam Zarkasyi, Amnah, Abdullah Muhammadi, dan Syifa’). Juga meninggalkan dua cucu (Syafiqoh Mardiana dan Ayman Fajri).

Pada saat berdomisili di Timur Tengah, Tidjani pernah aktif dan dipercaya menjadi Sekjed Rabithah ’Alam Islami. Tidjani ditunjuk rabitah menjadi nara sumber maupun peserta dalam diskusi internasional. Diantaranya, ke Maroko, Dakkar, Karibia, Amerika, Jepang, Karachi, Malaysia Cyprus, dan Pasific.

Di dalam negeri, almarhum pernah menjabat dewan pakar ICMI Jatim, aktif di Ma’had Aly Indonesia, pengurus Bassra (badan silaturahim ulama pesantren se Madura). Tidjani juga aktif dalam berbagam dialog pendidikan, keagamaan, keindonesiaan, dan kemaduraan di dalam maupun luar negeri. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 28 Sept 2007

1 Comments:

At 4:05 PM , Anonymous khairul Anam said...

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Bukan K.H. Ainul Haq tapi K.H. Saifurrahman Nawawi :D....
Jangan bikin bikin donk

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home