Thursday, October 11, 2007

Peneliti Bahasa Madura dari The University of Iowa

Sudah Kumpulkan 25 Cerita Rakyat, Siap Cetak

Seperti peneliti dari luar negeri lainnya, Prof William D. Davies tertarik riset di Madura karena tak banyak penelitian tentang Madura. Sesuai bidangnya di linguistik, William meneliti tentang Bahasa Madura.

Director of Graduate Studies dari The University of Iowa, yang mengajar bahasa bangsa-bangsa di universitasnya ini, turun meneliti tentang tatabahasa Madura pada 2004. Selain tentang bahasa, William juga mengumpulkan cerita rakyat Madura (folklore). Untuk kedua riset ini, sedikitnya dia empat kali turun ke Madura. "Penelitian mengenai Bahasa Madura itu, saya lebih fokus pada masalah sintaksis," kata Wiliam saat di kunjungan ke Jawa Pos di Graha Pena Surabaya (9/10).

Saat turun ke Madura, William menemukan beberapa berbedaan kata antara satu daerah dengan daerah lainnya di Madura. Juga adanya tingkatan dalam pemakaian bahasa, seperti kasar dan halus. Dalam penelitian, dia lebih cenderung meneliti bahasa kasar Madura yang dinilai lebih mendekati bahasa asli Madura.

Selama penelitian di Madura, William banyak ditemani Hasan Sasra, budayawan yang tinggal di Bangkalan. "Menurut saya, penelitian William lebih pada bahasa mapas (kasar, Red), karena dianggap itulah Bahasa Madura yang asli," kata Hasan Sasra yang ditemui koran ini di rumahnya kemarin siang.

Ternyata, meski meneliti tentang Bahasa Madura, Wiliam tidak bisa berbicara dengan Bahasa Madura. Ketika diajak berbicara koran ini dalam Bahasa Madura, dia hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Hanya sedikit kosa kata Bahasa Madura yang dia tahu.

Menurut Hasan, di awal datang ke Madura William cukup lumayan jika bicara berbahasa Madura. Dia sering ngobrol dengan pegawai tempat dia menginap selama di Madura dengan Bahasa Madura. "Tapi ketika saya bertemu dia di Surabaya 2006 lalu, William mengaku sudah banyak lupa Bahasa Madura. Itu karena dia jarang menggunakannya, jadinya lupa," kata Hasan.

Selain masalah tatabahasa, William juga riset tentang folklore. Ada cerita menarik kenapa dia tertarik folklore Madura. Justru itu bermula dari ketika dia tidak menemukan buku-buku cerita rakyat Madura di toko-toko buku yang dia datangi. Dia pun heran. Sejak itu dia mengumpulkan cerita-cerita rakyat Madura.

Selama mengumpulkan cerita rakyat pada 2005, William datang ke empat kabupaten di Madura. Dia juga ditemani Hasan Sasra. Bagaimana hasilnya? "Sudah 25 floklore yang saya kumpulkan dan telah ditulis ulang," kata William.

Menurut Hasan, cerita rakyat itu dikumpulkan dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Dari Bangkalan antara lain Raden Sagâra, Rato Islam Onggu’, Bânya’ Dempo Abâng, Pangpang Sè Kamantan, Sunan Cendana, Ke’ Taji, Aer Mata, Geddâng Agung.

Cerita rakyat Sampang seperti Buju’ Keppo dan Bângsacara-Ragapadmi. Dari Pamekasan antara lain Perrèng Sojjin, Ki Moko dan Aryo Menak Semoyo. Sedangkan dari Sumenep seperti Bindhârâ Saod, Sayyid Yusuf, dan Orèng Belândâ Sè Ujub.

Proses pengumpulan floklore ini pun juga menarik. Hasan menceritakan kembali dalam Bahasa Madura. Kemudian cerita itu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan Inggris. Menurut William, 25 folklore tersebut sudah ditulis dalam Bahasa Inggris. Bahkan, siap untuk dicetak. Hanya, sampai sekarang belum menemukan sponsor untuk membukukan folklore Madura itu. (mat)

Sumber: Jawa Pos, Kamis, 11 Okt 2007