Saturday, May 19, 2007

Pengrajin Odeng Yang Masih Tersisa

Kualitas Bagus Bikinnya Sulit, Harganya Bisa Rp 2,5 Juta

Tak banyak pengrajin odeng yang masih menekuni pekerjaannya. Salah satunya adalah Saluki, warga Kota Bangkalan, yang masih bertahan. Lalu, siapa saja yang beli?

Sepintas, dilihat dari bahan dan pengerjaannya, sebuah odeng atau ikat kepala khas Madura adalah sebuah barang murah. Tapi, meski hanya dibuat dari selembar kain batik kecil, harga sebuah odeng bisa mencapai Rp 2,5 juta.

Apalagi, saat ini sangat jarang tenaga yang bisa membuat odeng dengan kualitas tinggi. Dengan tetap mempertahankan nilai estetika dan bentuk asli, sesuai dengan bentuk kepala pemakai dan bentuknya tahan lama.

Menurut Saluki, dahulu, memakai odeng bagi orang Madura adalah sebuah kebanggaan. Dan, odeng juga menujukkan strata sosial si pemakai. Selain itu, odeng juga menjadi ciri khas atau tanda pengenal dari si pemakai.

Karena itulah, kemudian odeng dikenal dengan beberapa bentuk. Antara lain, odeng santabân, tomgkosan, maupun tongkosan klèbun. Odeng yang biasa dipakai kaum bangsawan adalah yang bagian taasnya tertutup. "Sedangkan yang terbuka dan lebih mirip ikat kepala, biasa dipakai oleh masyarakat kebanyakan," terang Saluki.

Sekarang, odeng hanya dipakai dalam upacara-upacara adat. Padahal, kata Saluki, odeng ada yang berharga sangat mahal dan menambah gengsi pemakainya. "Kalau yang biasa, harganya hanya Rp 80 ribu. Tapi, yang berkualitas bagus dengan pesanan khusus, harganya bisa mencapai Rp 2,5 juta," kata Saluki.

Bagi beberapa kalangan, odeng tak hanya menjadi penghias kepala. Tetapi juga bisa menjadi senjata dan dipercaya dijadikan jimat.

Dikatakan, odeng dengan kualitas bagus, tidak mudah didapat karena memang tidak dijual di sembarang toko kerajinan. Kebanyakan, odeng tersebut dipesan dan ukurannya disesuaikan dengan ukuran kepala si pemesan. "Kalau warnanya, hampir semua odeng batiknya berwarna merah. Karea itu memang warna khas odeng. Kalau warna lain, kebanyakan hanya untuk tongkosan," terangnya. Tapi, sambungnya, odeng biasa dan bagus, mudah dibedakan bagi orang yang memahami odeng.

Proses pembuatan odeng memang sedikit sulit dan memakan waktu. Untuk membuat sebuah odeng yang bagus, dibutuhkan waktu hingga 2 hari. Mulai dari pencucian kain batik khusus odeng, pengeringan, pengkanjian, pembentukan, hingga proses akhir. Selintas, gampang sekali menyulap selembar kain jadi odeng Tapi, ternyata dibutuhkan ketelitian dan keahlian khusus yang tak semua orang bisa. "Paling cepat, sehari satu odeng. Kalau cuma odeng biasa, sehari bisa banyak, karena tidak perlu terlalu teliti," ujar Saluki.
Dia banyak mendapat pesanan odeng dari pejabat dan Pemerintah Kabupaaten Bangkalan, untuk diberikan pada tamu-tamu kehormatan atau pejabat negara. "Di sini, Tresna Art (nama galeri seni, Red), kalau ada tamu penting datang sering dapat pesanan odeng. Sebab, sangat pantas jika tamu dihadiahi odeng yang bagus. Selain memang khas Madura, sekarang sudah jarang orang yang bisa membuat odeng kualitas nomor satu. Jadi, cinderamata odeng menjadi istimewa dan tidak akan ada di daerah lain, selain di Madura," pungkasnya.( RISANG BIMA WIJAYA)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 20 Apr 2007