Saturday, June 30, 2007

Dugaan Korupsi di Sumenep

Penegak Hukum Tebang Pilih?
Di usutnya kasus dugaan korupsi di Kantor Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Bank BPRS dan PU Pengairan Sumenep, menimbulkan tanda tanya besar masyarakat. Sebab jauh sebelum ketiga kasus tersebut diungkap penegak hukum, banyak kasus yang serupa telah dilaporkan ke Polisi ataupun ke Kejaksaan. Namun hingga kini nasibnya tidak ketahuan rimbanya. Bagaimana kini nasibnya?

Ketegangan sungguh terlihat diwajah sejumlah pejabat Pemkab Sumenep, setelah usai acara pelantikan Kajari Sumenep yang baru, Masnunah SH Mhum, oleh Wakil Kepala Kejati, Iskamto SH MHum, Rabu (20/6). Sebab pada saat itu Iskamto SH Mhum, dengan terang-terangan menyampaikan kekecewaannya kepada mantan Kejari Sumenep, (Abdussomad Mudhar SH Mhum ) karena selama kepemimpinannya, hanya mengungkap satu kasus, yakni kasus gratifikasi DAU Pemkab tahun 2003, yang menjebloskan Sekkab Sumenep, Drs Akhmad Hadlori MM kepenjara selama 8 bulan.

Itupun, kata Iskamto, tidak memenuhi target pimpinan. "Kajari Sumenep hanya mengungkap satu korupsi, itupun tidak memenuhi target pimpinan," ujarnya, dihadapan Kajari se Madura dan pejabat Pemkab Sumenep.

Ungkapan Iskamto cukup beralasan, pasalnya dibalik kasus itu mestinya perlu ditelusuri lebih dalam bahwa pelaku gratifikasi DAU sebesar Rp 3 miliar, tidak hanya dilakukan Akhmad Hadlori. Karena ada 13 pejabat Pemkab lain yang dalam persidangan mengakui telah melakukan pengiriman dana ke sebuah rekening pribadi, milik pejabat di lingkungan Pemkab, dengan nomor rekening: 030018.113264 di Bank Jatim Sumenep. Kendati belakangan hari, diakui dana tersebut kemudian dikembalikan ke kas kantornya masing-masing

Ketegangan lainnya, pada saat yang sama, mantan Kepala PU Pengairan, Ir H R Eddy Mustika, yang kini menjabat Kadis Pariwisata dan Budaya, dijebloskan ke ruang tahanan Polres Sumenep, karena ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan mesin penggerak dan pompa turbin pada tahun 2005 senilai Rp 2,5 miliar. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jatim di Surabaya, Eddy Mustika dkk, diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 523.072.183.

Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Sumenep, Ir H Herman Pratikto, yang ikut hadir dalam acara pelantikan tersebut, mengaku masih kecewa dengan langkah penegak hukum, yang selama ini terkesan setengah hati dan tebang pilih dalam menuntaskan kasus korupsi di Sumenep. Sebab jauh sebelumnya laporan masyarakat Sumenep banyak ditulis sejumlah media, namun hingga kini tidak ketahuan ujung pangkalnya. Mestinya, lanjut pengurus Asosiasi Pedagang Indonesia (APSI) itu, jika tidak cukup bukti, segera diumumkan dan dihentikan kasusnya. "Kami bingung dengan penegakan hukum di Sumenep, sebab hampir semua kasus hanya ramai di koran. Setelah itu lenyap," ungkap Herman dengan nada kecewa.

Ia berharap penegasan waka Kejari Jatim, bisa segera diwujudkan oleh Kajari Masnunah, dengan membuka file laporan warga dan file kasus gratifikasi DAU. Dari data itu, diharap dapat mengungkap kasus korupsi yang lebih besar lagi di Sumenep. "Yang kita saksikan kali ini hanya terinya yang ditangkap, kapan giliran kakapnya yang ditangkap” tanya Herman.

Ketua LSM SANGO, H. Dayat, ternyata tidak terlalu gembira atas pernyataan waka Kejati Jatim. Karena menurutnya, pemberantasan korupsi butuh keberanian penegak hukum. "Ya keberanian tidak hanya sekadar berani mengungkap, tapi juga harus berani menolak setiap ajakan untuk jalan damai," ujarnya.

Sebab tidak berlanjutnya puluhan kasus dugaan korupsi di Sumenep yang mencapai puluhan miliar, diduga ada main mata antara calon tersangka dengan penegak hukum. Karena berdasarkan laporan masyarakat dan LSM, yang terkait dengan dugaan korupsi di Sumenep, hampir seluruhnya akurat, baik dari fakta dokumen dan fakta fisik di lapangan. "Artinya penegak hukum sebenarnya tidak perlu susah-susah cari data lain, karena masyarakat punya data lengkap. Tapi ternyata penegak hukum kesulitan mengusut kasus dugaan korupsi hingga ke pengadilan," paparnya.

Akibatnya, penegak hukum dinilai warga hanya tebang pilih. Hanya kasus kecil seperti ESDM, Bank BPRS, dan PU Pengairan yang di ungkap. Sedangkan lainnya tidak tersentuh serius. "Saya tidak akan pecaya dengan siapa pun Kajarinya atau Kapolresnya, jika kasus korupsi di Sumenep yang lama tidak pernah diangkat dan dituntaskan. Sebab itu awal kebobrokan pemerintahan era reformasi,” ujarnya.

Sementara itu Azam Khan SH, dari kantor pengacara Asosiasi Advokad Indonesia (AAI) Sumenep, tidak terlalu optimis atas kinerja penegak hukum di Sumenep di masa depan. Sebab disamping pola kerja penegak hukum yang ditempatkan di Sumenep kurang profesional, pejabat di lingkungan Pemkab terkenal jago lobi ke pejabat pusat. "Mereka menggunakan uang dan keluarganya yang menjabat di pusat untuk menutup kasusnya, sehingga banyak kasus macet di tengah jalan," paparnya.

Mantan pengacara Bom Bali itu, membeberkan, pengungkapan kasus ESDM, Bank BPRS, dan PU Pengairan, hanya sekadar penghibur lara masyarakat Sumenep yang haus dengan keadilan. Sehingga tetap ada kesan masih ada penegak hukum di Sumenep. ”Saya pengacara, dari Barat ke Timur, masyarakat selalu bertanya, mengapa kasus korupsi di Sumenep tidak pernah tuntas. Saya tak bisa menjawab," ujarnya.

Namun ia memberikan resep kepada warga Sumenep, jika ingin kasus korupsi tuntas, maka masyarakat Sumenep segera minta kepada Kapolri Jenderal Sutanto, agar diberi Kapolres yang berani dan lurus. "Pak Tanto (Kapolri, Red) kan pernah jadi Kapolres Sumenep, saya pikir jika kita minta, pasti diberi. Karena ia punya historis di kota ini," ungkapnya.

Jika Kapolres Sumenep nantinya pilihan Jenderal Sutanto, Azam Khan yakin, tidak akan ada tebang pilih dalam kasus korupsi di Sumenep. Dan uang pejabat yang akan digunakan suap, tidak akan mempan lagi menutup kasusnya.

Sementara itu Waka Kejati Jatim Iskamto SH Mhum membantah, intitusinya tebang pilih dalam mengusut kasus korupsi. Sekarang kasus korupsi yang kami tangani harus ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Itu perintah Kejagung," ujarnya.

Ketika ditanya tentang kasus lanjutan gratifikasi DAU Sumenep dan kasus dugaan korupsi lainnya, seperti kasus pembelian mess Pemkab, bus, SPBU, kapal laut, dan Dispenda. "Wah itu kasus lama sebelum saya di Kejati Jatim, nanti saya tanyakan," pungkasnya. (Faruok Abdillah)

Sumber: Surabaya Post, Selasa 26/06/2007

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home