Kabupaten Bangkalan
Secara geografis daerah ini memang strategis. Letaknya paling dekat dengan Pulau Jawa, atau Jawa Timur (Jatim) persisnya. Karena berada paling barat di Pulau Madura, ia menjadi pintu gerbang untuk berbagai kegiatan-terutama lalu lintas barang dan jasa-yang menghubungkan Jawa dan Madura. Tak bisa dimungkiri, kesibukan sehari-hari di daerah ini banyak bergantung pada keberadaan Pelabuhan Kamal di Kecamatan Kamal. Pe-labuhan tersebut selama 24 jam melayani angkutan penyeberangan feri dari Dermaga Ujung, Surabaya. Jalur penyeberangan ini begitu penting. Sedikit saja ada gangguan di Kamal, seperti aksi mogok sejumlah feri pada Oktober tahun 2001, kegiatan ekonomi Bangkalan dan kabupaten lain di Madura bisa lumpuh total.
Bagi yang sudah pernah mengunjungi kabupaten lain di Madura (Sampang, Pamekasan, dan Sumenep), terasa betul bahwa wilayah yang berhari jadi 24 Oktober 1531 ini, jauh lebih pesat perkembangannya. Lebih ramai. Sarana dan prasarana lebih banyak. Kehadiran Universitas (Negeri) Trunojoyo Madura - sebelumnya bernama Universitas Bangkalan - turut mengukuhkan kesan kemajuan itu. Aktivitas ekonomi umumnya berlangsung di Kota Bangkalan.
Meski tanahnya tidak terlalu subur, pertanian merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Bangkalan. Hingga tahun 2000, subsektor tanaman bahan makanan menyumbang 34,51 persen dari total pertanian. Padi masih menjadi hasil utama, biarpun selama lima tahun terakhir produksinya tidak meningkat. Pada tahun 1997, dari luas panen 40.454 hektar, produksinya sempat mencapai 190.917 ton. Tahun 2001 dihasilkan hanya 175.862 ton untuk luas panen 39.924 hektar. Burneh, Geger, dan Blega tercatat sebagai kecamatan penghasil padi yang cukup tinggi jumlahnya.
Selain padi, jagung juga cukup besar walau produksinya selama lima tahun terakhir tidak berkembang, yaitu 156.895 ton (1997) dan 159.438 ton (2001). Hasil padi kebanyakan masih untuk kebutuhan lokal, sedangkan jagung selain untuk konsumsi setempat juga diolah menjadi pakan burung dan banyak dijual ke Jawa. Hasil pertanian lain yang juga berpeluang menjadi komoditas perdagangan adalah salak, rambutan, dan melinjo.
Di luar pertanian, subsektor lain yang cukup punya andil dalam kegiatan ekonomi adalah perdagangan. Sampai tahun 2000 perdagangan menyumbang 21,82 persen dari total perdagangan, hotel, dan restoran. Jenis usaha yang terlihat menonjol adalah perdagangan di pasar, pertokoan, dan industri rumah tangga seperti batik, kerupuk udang, jamu tradisional, suvenir (pecut madura), tikar, maupun sangkar burung. Semua itu rata-rata merupakan usaha skala kecil dengan nilai investasi Rp 67,8 milyar tahun 2001.
Bagi Bangkalan, predikat pintu gerbang Madura sebetulnya tidak lepas dari rencana pemerintah untuk mengembangkan industri di pulau itu. Di tahun 1976 muncul ide untuk membangun sejumlah daerah di Jawa Timur dalam bentuk kawasan Gerbangkertasusila-Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan.
Inti dari konsep kawasan itu adalah pembangunan di sektor pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, dan pariwisata. Industrialisasi tersebut dicanangkan akan dimulai di Bangkalan, dan untuk itulah ditetapkan pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) sepanjang 5 kilometer pada April 1995. Boleh dibilang proyek jembatan ini bagian dari industrialisasi Madura sekaligus realisasi untuk menyatukan kawasan Gerbangkertasusila itu. Ternyata, rencana tinggal rencana. Ide jembatan tidak pernah terwujud selama sekian tahun, dan baru tahun ini mulai terlihat ada "tanda-tanda" proyek akan dikerjakan. Kecamatan Labang, sekitar 30 menit dari Kota Bangkalan, menjadi lokasi tiang pancang jembatan tersebut.
Akan seperti apa industrialisasi itu sendiri memang belum bisa dibayangkan karena yang kini sedang seru-serunya dibahas adalah urusan jembatan. Yang jelas, arah pembangunan Bangkalan masih diprioritaskan pada sektor transportasi. Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2001, disediakan anggaran Rp 11,7 milyar untuk sektor transportasi, sementara pertanian Rp 1,7 milyar, perdagangan Rp 2,8 milyar, dan industri Rp 335 juta. Prioritas itu memang terlihat dari jalan aspal yang rata-rata mulus dan lebar seperti jalan menuju Kecamatan Tanjung Bumi yang juga merupakan sentra industri batik terkenal di Bangkalan.
Sambil menunggu realisasi pembangunan jembatan, Pemerintah Kabupaten Bangkalan sudah siap dengan setum-puk rencana. Mulai dari terminal induk, pusat perbelanjaan, pelabuhan, rumah sakit, rumah potong hewan, hingga pengembangan obyek pariwisata. Termasuk dalam rencana itu adalah usaha penyediaan air baku di daerah Pocong untuk suplai air bersih, dan mengoptimalkan temuan bahan galian C berupa batu kapur, fosfat, marmer, dan dolomit. Semua bahan itu berlokasi di Kecamatan Socah, Kamal, Labang, Modung, Blega, dan Galis.
Kalau jembatan jadi berdiri, pamor kabupaten ini bisa makin berkibar. Setidaknya, jangan sampai bernasib seperti sangkar burung yang terkenal dari Kecamatan Socah. Dalam kondisi bahan mentah, sangkar berbahan bambu itu banyak dijual ke Surabaya dengan harga rata-rata Rp 200.000. Di Surabaya, setelah dipoles sana-sini, nilainya bisa mencapai Rp 3 juta-Rp 6 juta. Itu pun orang kebanyakan tahunya sangkar burung tersebut produksi Surabaya, bukan Bangkalan. (Krishna P Panolih/ Litbang Kompas)
Sumber: Kompas, Jumat, 26 April 2002
Baca juga: Kabupaten Bangkalan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home