Dampak La Nina Terhadap Produksi/Harga Garam
Panen Garam Turun, Prediksi Harga Tak Terpengaruh
Penyimpangan musim kemarau yang lazim disebut La Nina, membawa dampak bagi produktifitas petani garam rakyat. Akibatnya, panen raya garam 2007 dipastikan tertunda dari waktu biasanya. Jika tahun-tahun sebelumnya panen raya garam dimulai awal Juli, tahun ini tidak demikian. Hingga pertengahan Juli panen raya garam belum dimulai. Sekalipun ada panen, jumlahnya masih sedikit.
Tertundanya panen raya berakibat menurunnya pendapatan petani garam. Praktis, petani garam mengalami kerugian. Sebab, hingga pertengahan Juli jumlah garam yang bisa dijual masih sedikit.
Padahal, tak sedikit warga yang mengandalkan dari hasil panen raya garam. Jika mengacu kepada data Disperindag Pamekasan, jumlah petani garam mencapai ribuan orang. Mereka tersebar di Kecamatan Galis, Pademawu, Tlanakan, dan sebagian di Kecamatan Larangan.
Berdasarkan data 2006, luas lahan pegaraman di Pamekasan mencapai 888,7 hektare. Dari 888,7 hektare lahan tersebut, biasanya, menghasilkan garam mendekati 100 ton. Namun, produksi garam 2007 diperkirakan akan mengalami penurunan sekitar 17 persen. Itu diduga akibat kemarau basah (La Nina) yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga Oktober mendatang.
Hal itu diungkapkan Kepala Disperindag Pamekasan Ir H Bahrun kepada koran ini kemarin. Menurut dia, berdasarkan keterangan dari BMG (Badan Metereologi dan Geofisika) di Jakarta, La Nina berpengaruh pada jumlah produksi garam. "Berdasarkan keterangan BMG dan Depperin (Depatermen Perindustrian), jumlah produksi garam dipastikan turun 17 persen. Itu berlaku secara nasional. Artinya, yang turun bukan hanya di Pamekasan saja," terang Bahrun.
Dijelaskan, berdasarkan rapat koordinasi garam di Jakarta, harga garam diyakini tidak berpengaruh La Nina. "Selama garam berkualitas bagus, harga juga diperkirakan akan sesuai. Artinya, tidak akan merugikan bagi petani garam," katanya.
Bahrun mengungkapkan, sejumlah pengusaha garam juga sudah siap membeli garam 2007. "Kebetulan rapatnya memang dihadiri PT Garam juga, Depperin, seluruh kepala dinas yang wilayahnya memiliki pegaraman, dan perwakilan petani garam. Intinya, pengusaha garam siap melakukan pembelian," tegasnya. "Perlu diketahui juga, pada saat panen raya telah berlangsung, saat itu juga garam impor tidak boleh masuk. Tujuannya, agar pengusaha membeli garam dari petani," tandas Bahrun.
Tak hanya di Pamekasan, produksi garam di Suemnep pun juga turun. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal (DPPM) Sumenep memprediksi produksi garam rakyat tahun ini turun dibandingkan tahun lalu. Untuk tahun ini diperkirakan hanya 140 ribu ton. "Tahun lalu yang musim kemaraunya masuk kategori panjang, produksinya 170 ribu ton lebih," terang Kepala DPPM Budi Dadik pada koran ini.
Diungkapkan, sekitar 30 ton produksi garam rakyat tahun lalu belum terjual. Sehingga, dengan estimasi produksi tahun ini yang 140 ribu ton, stok garam rakyat di Sumenep pada kisaran 170 ribu ton. "Kita berharap harga garam rakyat tahun ini juga bagus kayak tahun lalu yang mencapai Rp 180 ribu-195 ribu per ton di collecting point," harapnya.
Dia menjelaskan, penetapan harga garam rakyat diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan. Pengusaha diharapkan mematuhi aturan main itu tentunya dengan tetap melihat kualitas garam rakyat. "Standar harga garam rakyat memang diatur untuk mengayomi petani dalam proses jual beli dengan pengusaha. Untuk tahun ini laporan kisaran harga di pasaran belum masuk," urainya.
Menurut Budi, untuk sementara perwakilan pengusaha swasta yang paling banyak menyerap produksi garam rakyat ada tiga. Yakni, PT Garindo Sejahtera Abadi, PT Budiono Bangun Persada, dan PT Sumatra Palem Raya. "Ada juga pengusaha lokal yang membeli garam rakyat untuk dijual lagi pada pengusaha swasta tersebut," terangnya.
Di Kabupaten Samang juga begitu. Akibat cuaca yang tidak menentu, berimbas pada hasil produksi garam rakyat. Omzet penghasilan petani garam tahun ini diperkirakan menurun drastis hingga mencapai kisaran 50 persen dibandingkan tahun lalu.
Akibat iklim yang tidak bersahabat tersebut, banyak petani garam yang terpaksa memanen garamnya lebih awal sebelum masa panen. "Kalau tidak dipanen lebih awal, kami khawatir banyak garam rusak akibat diguyur hujan," ujar Masrum, salah seorang petani garam di Dusun Duko Jalan Makboel, Kelurahan Polagan, Sampang. (tim)
Sumber: Jawa Pos, Senin, 13 Agt 2007
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home