Pengusaha Jangan "Main Kayu"
Ketus Komisi B DPRD Sumenep H Unais Ali Hisyam mendesak pengusaha agar bisa melihat kondisi riil di kalangan petani tembakau sebelum menentukan harga tembakau. Kenaikan harga bahan baku produksi tembakau membuat ongkos yang dikeluarkan petani juga lebih tinggi. "Kondisi riil ini yang harus disikapi arif dan bijaksana oleh pengusaha tembakau. Jangan tutup mata," imbaunya.
Secara riil pula, lanjut ketua DPC PKB Sumenep ini, harga tembakau sejak dulu relatif stabil dibandingkan kenaikan harga yang terjadi pada bahan kebutuhan pokok. Artinya, pengusaha harus proporsional dalam menentukan standar harga. "Harga beras, bensin, pupuk, dan sebagainya lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saya minta pengusaha jangan main kayu tanpa toleransi dalam menetapkan harga beli tembakau," ingatnya.
Unais menjelaskan, makna main kayu itu misalnya pengusaha bersikap kaku dalam menetapkan harga. Sehingga, petani dikondisikan pada pihak lemah tak berdaya dan mau tak mau harus menuruti keinginan pengusaha. "Ini memang bisnis, Tapi, pengusaha jangan mentang-mentang. Jangan sampai ada prinsip kalau tak cocok dengan harga ditawarkan, silakan petani jual ke tempat lain. Pengusaha harus membuka ruang toleransi," harapnya.
Sedang petani juga wajib proporsional dan tak bertindak emosional. Sebab, keberadaan pengusaha dalam tataniaga tembakau sama pentingnya dengan petani. Kalau pengusaha hengkang atau tak mau beli tembakau gara-gara merasa ditekan, tentunya petani yang akan merasakan dampak negatifnya. "Semua pihak harus punya sikap proporsional dan toleransi agar sama-sama diuntungkan," paparnya panjang lebar.
Unais menyatakan, dalam tataniaga tembakau, pihaknya lebih berada di barisan petani. Sebab, posisi petani lebih lemah dibandingkan pengusaha dalam proses jual beli tembakau. "Kita sebenarnya ingin mengayomi semua kepentingan. Tapi, posisi pengusaha memang lebih kuat. Jadi, wajar kita lebih mendampingi petani. Pengusaha itu bisa memaksakan kehendak tanpa mengalami kerugian apa pun," terang politisi PKB ini.
Untuk menghindari ketimpangan tersebut, pengusaha harus lebih peka dalam melihat kondisi riil dengan tetap melihat aspek bisnisnya. Sedang petani harus bersikap proporsional tanpa memaksakan kehendak. "Besok (hari ini, Red), kita akan mempertemukan pengusaha dan petani dengan harapan ada titik temu. Kita juga tidak mungkin menetapkan harga tembakau tahun ini harus sekian rupiah sesuai kualitasnya," ujarnya.
Unais mengingatkan, tembakau bukan salah satu komoditas pokok yang bisa diintervensi oleh pemerintah. Sehingga, pemerintah tidak bisa menetapkan patokan harga tembakau dalam tata niaganya. "Kalau kita menetapkan harga tembakau melalui peraturan daerah (perda) malah akan disalahkan. Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan yang saling merugikan, kita harus mengedepankan komunikasi," tegasnya.
Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Sumenep secara kelembagan akan mencari solusi terbaik dalam proses tataniaga tembakau tahun ini. Sehingga, pengusaha (pemilik modal/gudang pabrikan) maupun petani sama-sama tak ada yang dirugikan. "Kita berharap harga tembakau bisa bagus layaknya tahun lalu," ujar Kepala Dishutbun H Moh. Dail.
Menurut dia, potensi kelebihan produksi tembakau tahun ini tinggi. Dalihnya, untuk kali kesekian luas lahan yang ditanami tembakau oleh petani jauh di atas proyeksi ideal. Tahun ini luas lahan ideal 11.750 hektare. Tapi, sampai akhir Juli sudah terdata 19 ribu hektare lebih yang ditanami tembakau. "Kelebihan tembakau selalu saja terjadi," katanya.
Namun, tahun lalu karena kualitas tembakau memang bagus gara-gara cuaca sangat mendukung, produksi tembakau petani terserap semua oleh gudang. Baik gudang pabrikan maupun gudang milik pengusaha lokal dengan harga bagus pula. "Tembakau punya ketergantungan yang tinggi pada cuaca. Kalau kualitasnya bagus, gudang tak akan segan-segan membelinya," urainya.
Sedangkan tahun ini cuaca cukup labil. Sehingga, awal Agustus ini sebagian petani sudah bisa memanen tembakaunya. Namun, di sisi lain ada tembakau yang masih berusia muda pada kisaran dua sampai tiga pekan. Kondisi tersebut yang membuat masa panen tahun ini lebih panjang. Sebab, waktu masa tanamnya memang beda jauh.
Karena itu, pihaknya akan melakukan pendekatan agar gudang/pabrikan membeli tembakau dengan waktu yang cukup lama. Sehingga bisa mengimbangi masa panen tembakau yang tahun ini akan berjenjang. "Melihat pengalaman masa lalu, tutupnya gudang pabrikan besar sering menimbulkan fenomena anjloknya harga tembakau," terangnya.
Forum duduk bersama yang dijadwalkan digelar hari ini (6/8) di DPRD, kata Dail, diharapkan mampu jadi solusi terbaik untuk memertemukan keinginan petani dengan kemampuan pengusaha. "Sekali lagi kita memang berharap petani dan pengusaha tembakau sama-sama untung. Sehingga, tak ada yang merasa dirugikan," tegasnya. (slamet hidayat)
Sumber: Jawa Pos, Senin, 06 Agt 2007
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home