Wednesday, August 20, 2008

Mahfud M.D. Janji Hindari Politik

FOTO: MUHAMAD ALI /JAWA POS
GANTI NAKHODA: Pimpinan Rapat Maruarar Siahaan (tengah) mengangkat tangan Mahfud M.D. (kiri) dan Jimly Asshiddiqie setelah pemungutan suara pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi di gedung MK Jakarta kemarin.

Kalahkan Jimly, Pimpin Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memiliki pimpinan baru. Prof Dr Moh. Mahfud M.D. terpilih sebagai ketua baru periode 2008-2011. Di ruang sidang pleno gedung MK, Jakarta, kemarin (19/8), dia berhasil menumbangkan calon incumbent Prof Dr Jimly Asshiddiqie melalui proses pemungutan suara yang diikuti sembilan hakim konstitusi.

Guru besar hukum tata negara (HTN) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut akan didampingi Prof Dr Abdul Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua. Mukthie berhasil mengungguli hakim Maruarar Siahaan dalam pemilihan terpisah. Mahfud sendiri unggul tipis satu suara atas Jimly. Mahfud mendapatkan lima suara, sedangkan Jimly empat.

Pemilihan ketua baru MK itu berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, calon ketua MK sudah mengerucut ke dua nama tersebut. Komposisi suara ketika itu, empat mendukung Mahfud, empat hakim mendukung Jimly, serta seorang hakim abstain.

Namun, pada pemilihan tahap kedua, kondisi berimbang tadi berbalik menyerang Jimly. Ketua MK dua periode tersebut akhirnya takluk atas menteri pertahanan era Gus Dur tersebut. Begitu dinyatakan menang, Mahfud menghampiri Jimly dan merangkulnya.

Sejatinya, menurut aturan mahkamah, pemilihan ketua tersebut bakal dilangsungkan secara aklamasi. Baru kemudian apabila tidak muncul kata sepakat, dilakukan pemungutan suara. Tapi, rapat permusyawarakatan hakim (RPH) ternyata berkehendak lain. Pemilihan harus melalui proses langsung secara terbuka.

Proses pemilihan itu merupakan perkembangan maju. Sebab, ketika MK berdiri pada 2003, pemilihan pimpinan berlangsung tertutup di ruang ketua Mahkamah Agung (MA). Ketika itu, terpilih Jimly Asshiddiqie dan Laica Marzuki. Pada 2006, Jimly kembali terpilih secara aklamasi melalui sidang tertutup juga.

Sebelum pemilihan menegangkan tersebut berlangsung, rapat hakim konstitusi yang dipimpin Maruarar Siahaan menyilakan para hakim konstitusi untuk mengungkapkan pandangannya mengenai MK nanti. Mimbar tersebut sekaligus menjadi saluran hakim untuk menyampaikan misinya. Sebab, menurut UU MK, seluruh hakim berhak dicalonkan sebagai pimpinan.

Abdul Mukthie Fadjar, yang mendapatkan giliran pertama, memberikan kritik pedas terhadap perkembangan MK. "Saya kira, semua hakim konstitusi punya kesempatan sama sebagai pimpinan. Yang pasti, MK perlu pendewasaan diri. Sebab, selama lima tahun terakhir tidak pernah jeda dari acara," jelasnya. Kritik itu dilontarkan karena MK selama ini selalu padat kegiatan. Di situ peran sosok pimpinan begitu menonjol.

Mukthie juga mengkritik bahwa seorang pemimpin bukan hanya pandai bicara, lalu menampilkan diri sebagai selebriti. Dia juga mengharapkan seorang hakim membatasi diri dalam berbicara di muka umum. Setelah hakim wakil pemerintah, selanjutnya hakim lain berkesempatan sama.

Mahfud M.D. juga memberikan refleksi mengenai pemilihan ketua baru tersebut. "Saya mengibaratkan pemilihan ketua MK seperti pemilihan rektor atau dekan. Artinya, tidak akan terjadi apa-apa apabila kemudian ada perubahan," terang Mahfud. Sewaktu Mahfud melontarkan pendapat tersebut, wartawan memprediksi bahwa Mahfud akan menjadi penantang kuat Jimly.

Bahkan, Akil Mochtar sebagai hakim termuda terang-terangan mencalonkan diri sebagai wakil ketua MK. "Saya bersedia menjadi pendamping ketua menjalankan tugas," ungkap mantan politikus Partai Golkar tersebut. Yang tidak kalah menarik adalah drama pemilihan wakil ketua lembaga penjaga konstitusi tersebut. Kemenangan Abdul Mukthie Fadjar sebagai pendamping Mahfud pun juga didapatkan secara alot hingga tiga tahap pemilihan.

Sebelumnya, masuk empat kandidat, yakni Maruarar Siahaan, M. Arsyad Sanusi, Abdul Mukthie Fadjar, dan Akil Mochtar. Pada tahap kedua, calon mengerucut menjadi tiga, minus Arsyad Sanusi.

Pada tahap penentuan, hakim konstitusi akhirnya menetapkan Abdul Mukthie Fadjar setelah mengungguli Maruarar dengan selisih tipis, yakni 5 suara berbanding 4.

Sesudah pemilihan, Mahfud berjanji menjaga netralitas hakim. Pertanyaan tentang itu mengemuka karena Mahfud pernah berkiprah di partai politik. "Tidak ada kebijakan baru. Hakim harus tetap menjaga independensi. Ini yang paling penting," ujar mantan wakil ketua umum DPP PKB itu. (git/tom/iro)

Sumber: Jawa Pos, Rabu, 20 Agustus 2008