Khofifah, Perempuan Lembut Setangguh Lelaki
Laporan Wartawan Kompas Nina Susilo
KHOFIFAH Indar Parawansa adalah satu-satunya perempuan calon gubernur Jatim. Nomor urutnya juga nomor 1. Dia didampingi Brigjen TNI (Purn) Mudjiono. Kendati lahir dan besar di Surabaya, Khofifah yang meraih sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga pada 1991 ini malah banyak berkiprah di Jakarta.
Pada 1999-2001, Khofifah menjabat Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN pada kabinet KH Abdurrahman Wahid. Dia juga menjadi anggota DPR sejak tahun 1992.
Suatu hari pada awal Mei lalu, Kompas bersamanya seharian, mengikuti perjalanan calon yang diusung 12 partai politik dalam Koalisi Jatim Bangkit ini. Sebagai perempuan, dia terlihat lembut saat menyapa banyak orang. Tetapi tenaganya bak lelaki, tanpa henti sejak subuh hingga dini hari.
Setelah shalat subuh, aktivitas pagi Khofifah dimulai sekitar jam 06.00. Sepagi itu dia melakukan olahraga. Tangan diayunkan, pinggang diputar ke kanan dan ke kiri. Semua dilakukan masih dengan menggunakan daster batik yang longgar dan menutup tubuh sampai tumit. Penat setelah perjalanan sosialisasi yang sangat padat sehari sebelumnya mulai menghilang.
Pada Senin pagi itu, Khofifah bersama para asistennya merencanakaan perjalanan sosialisasi sebagai calon gubernur Jawa Timur di Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Pembicaraan telepon untuk memastikan kunjungan Khofifah dilakukan baik oleh Khofifah maupun oleh sekretarisnya, Zulfa Nahdiana.
Sebelum memasukkan makanan ke perutnya, Khofifah meminum air kelapa muda yang disiapkan dalam mangkuk. Air kelapa diharapkan membantu mengembalikan kekuatan Khofifah yang mulai turun setelah melakukan perjalanan tanpa henti dari satu pondok pesantren (ponpes) ke ponpes lainnya di Madura.
Hotel bintang sembilan
Sekitar jam 07.00, tuan rumah telah menyiapkan makanan untuk sarapan. Malam itu, Khofifah dan rombongan menginap di rumah salah seorang kiai di Sampang. Sambil bercanda, perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei, 43 tahun lalu ini mengatakan, "Kami selalu menginap di pondok, jadi kami menyebutnya hotel bintang sembilan."
Khofifah dan rombongan yang sudah bersiap pun menyantap nasi dengan lauk tempe goreng, ayam, dan sambal tomat khas Madura. Makan pakai tangan, siapa takut. Khofifah pun menyantap makanan yang disediakan sambil mengobrol santai.
Pukul 08.00, rombongan berangkat ke Asrama Putri Attanwir di Sampang. Sekitar 200 santriwati duduk diam di kursi yang sudah dijajarkan menghadap kursi tempat Khofifah, Nyai Makkiyah As'ad, dan pengasuh pondok.
Untuk mencairkan suasana, Khofifah menceritakan berkah kecerdasan yang diperoleh kedua putranya dari KH Fanan Hasib, pengasuh Ponpes Attanwir. "Kedua anak saya waktu kecil pernah digendong oleh Kiai Fanan," tuturnya.
Dari Ponpes Attanwir, Khofifah dan rombongan sempat mengunjungi KH Fanan Hasib di kediamannya sebelum melanjutkan perjalanan ke Kantor Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan Sampang. Nyai Hasyim Muzadi, Nyai Farida Salahuddin Wahid, Nyai Makkiyah, serta Nyai Fawaid As'ad mengawal ke mana pun Khofifah beranjak. Bahkan Nyai Zuairiyah Imam Buchori dari Bangkalan juga menyertai.
Dari Kantor DPW PPP Sampang, rombongan mengunjungi Nyai Karimah di Ponpes Al Furjaniyah, Kecamatan Camplong, Sampang. Sebelum tengah hari, Khofifah dan rombongan tiba di Pondok Pesantren Nazhatut Thulab di Kecamatan Camplong, Sampang.
Telepon diblokir
Rupanya kekacauan kecil terjadi hari itu. Sebab, telepon genggam Khofifah diblokir sehingga tidak bisa melakukan panggilan keluar karena tagihan bulan itu belum dibayar. Para asistennya mengakui lalai. Untung, masih ada satu telepon genggam lain yang masih bisa digunakan Khofifah. Tetapi Khofifah tidak marah. Dia hanya mengatakan, "Waduh, iki lupa dibayar, enggak bisa nelepon rek."
Zulfa menceritakan, gaji Khofifah memang dikelola para asisten dan sebagian besar tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Karenanya, pembayaran tagihan telepon juga tidak ditangani sendiri oleh Khofifah.
Sore sampai malam, kunjungan demi kunjungan terus dilakukan. Tidak ada jeda sedikit pun. Hari biasanya baru berakhir sekitar tengah malam atau bahkan dini hari. Kesempatan merebahkan lelah hanya ada ketika berada dalam perjalanan di mobil KIA Travelo sewaan.
Karenanya sebuah bantal besar untuk memberi sedikit rasa nyaman disiapkan di mobil. Apalagi waktu istirahat Khofifah baru akan dimulai selepas pukul 24.00, ketika hari mulai beranjak esok. Karena itu, jelas saja tim suksesnya terkagum-kagum dan mengatakan, "Kegiatannya luar biasa, enggak ada hentinya. Lelaki juga kalah." Lisa yang juga pernah menjadi sekretaris Khofifah mengatakan hal serupa. "Ibu memang selalu seperti ini. Waktu jadi menteri dan kunjungan ke daerah tidak mungkin hanya satu kegiatan. Pasti sekaligus banyak, ibu tidak mau tanggung-tanggung," katanya.
Kendati demikian, istirahat di mobil jarang dimanfaatkan Khofifah. Ada saja tim sukses atau pendukung yang menelepon atau ditelepon. Koordinasi dilakukan sepanjang perjalanan. Komunikasi dengan suaminya, Indar Parawansa, juga terus dilakukan melalui hubungan telepon. Saat petang menjelang, dia menyapa putra-putrinya, masih melalui hubungan telepon.
Khofifah sangat terbuka dalam bergaul dengan siapa pun. Tiada kepura-puraan membuat sosok perempuan tangguh dan cerdas ini mendapat hati di masyarakat Jatim maupun kader Muslimat Nahdlatul Ulama yang dipimpinnya sejak tahun 2000.
KOMPAS Jawa Timur, Selasa, 17-06-2008. Halaman D
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home