Thursday, April 09, 2009

Puasa Sebelum Teguk Racun

Diduga Terkait Leasing Mobil

Dua pasutri yang tewas di Wisma Prambanan Jl Letjen Sutoyo Bungurasih, Kecamatan Waru, Sidoarjo, diduga kuat menjadi korban pembunuhan terkait kredit mobil.

Korban diduga dibunuh dengan cara dilibatkan dalam ritual penggandaan uang. Dalam ritual ini, korban diberi minuman ramuan berwarna cokelat berisi racun. Pembunuhan dilakukan karena pelaku mengembat uang cicilan yang seharusnya disetor ke diler di Surabaya.

Dugaan itu terungkap setelah tim otopsi dari Instalasi Kedokteran Forensik RSU Dr Soetomo Surabaya yang diketuai Prof dr Med Soekry Erfan Kusuma SpFDFM memberikan keterangan pers di Polres Sidoarjo, Selasa (7/4).

Tim mengatakan, lambung empat korban (pasutri Nahrawi - Ny Samawiyah dan Bohnan - Ny Miwati) tidak banyak berisi makanan. Diperkirakan mereka diminta puasa dulu sebelum diberi minum cairan mirip kopi. “Cairan itu kami kirim ke Labfor untuk diuji,” tutur Soekry.

Setelah mengonsumsi cairan itu, para korban mengalami pelebaran pembuluh darah di lambung. Ada sisa bahan warna cokelat kemerahan. Racun tidak berbau, beda dengan racun serangga. Arsenik? “Arsenik tak berbau. Selain itu, luminal dan valium juga tidak berbau. Hanya saja cairan itu berbau kopi,” jelasnya.

Pembuluh darah di kepala melebar. Paru-paru dua korban membesar dua kali lipat, melebihi normal, berat 300 gram - 400 gram. Berat paru paru Miwati 450 gram, sedangkan Nahrawi 600 gram.

Hanya Samawiyah yang tidak muntah. Mulut korban tak berbusa diduga karena diminta sang dukun untuk menahan walau pun rasanya pahit. Akibatnya, busa masuk ke saluran trachea.

Sumber di kepolisian meyakini kasus pembunuhan ini melibatkan dukun atau orang yang diklaim sebagai dukun yang pintar menggandakan uang. Diduga ini melibatkan Musleh dan Asnah alias Dewi (istri kedua Musleh), orang yang check out lebih dulu dari wisma.

Menurut Musleh, korban Nahrawi punya utang pada Dewi Rp 800.000 dan dijanjikan dikembalikan Rp 1 juta jika uang yang digandakan berhasil. Namun, polisi justru curiga kenapa Musleh dan Dewi check out lebih dulu dari wisam, Rabu (1/4) pukul 10.00 WIB, kalau memang ingin uang Rp 800.000 dikembalikan. Jenazah keempat korban ditemukan Kamis (2/4) pukul 13.00 WIB di kamar 25 dan 35.
Sementara itu, menurut keluarga korban, Nahrawi sudah lama berbisnis dengan Musleh. Dua tahun lalu, mereka bisnis jual beli mobil pikap yang dibeli secara kredit di diler Surabaya.

Moh Rusdi Hasan, Kades Kalikatak, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Sumenep, menduga kemungkinan besar Musleh terlibat. “Dua tahun lalu, korban Nahrawi membeli pikap di diler di Surabaya dengan cara kredit. Perantaranya adalah Musleh, warga Desa Lenteng Timur,” ujarnya.

Seiring perjalanan waktu, korban Nahrawi rutin membayar cicilan mobil lewat Musleh. Belakangan kredit itu bermasalah. “Kemungkinan uang cicilan pikap itu diembat Musleh sehingga diler mobil di Surabaya mengancam mengeksekusi mobil jika cicilan tidak dilunasi,” lanjutnya.

Keberangkatan mereka ke Surabaya dipastikan mengecek keuangan yang mereka bayar ke diler. “Kabarnya bayaran cicilan korban tidak disampaikan ke diler. Entah dikemanakan oleh Musleh,” imbuh Rusdi. Pihak keluarga korban berharap polisi memeriksa Musleh. “Tak mungkin keponakan saya saya bunuh diri, karena dia orang baik dan taat beribadah,” tutur Sari, kerabat korban. (mif/st2)

Sumber: Surya, Rabu, 8 April 2009

Labels: , ,