Sunday, September 23, 2007

Bisnis Esek-Esek Perempuan Panggilan di Pamekasan #1

Panen Tembakau, Perempuan dari Jawa Berdatangan

Penangkapan sejumlah perempuan panggilan oleh olres makin menguatkan dugaan adanya bisnis sahwat di Kota Pamekasan. Koran ini mencoba menelusuri lebih jauh peta dari bisnis yang menjual kenikmatan sesaat itu.

Mungkin saja tak ada hubungan langsung antara panen raya tembakau dengan dugaan adanya praktik prostitusi. Namun, 'pengalaman' di tiap musim panen raya tembakau, selalu diikuti geliat binis prostusi, seiring menggeliat ekonomi masyarakat.

Hanya, untuk membuktikannya, memang tak mudah. Sebab, umumnya bisnis esek-esek memang berlangsung tertutup. Namun, penangkapan enam perempuan panggilan oleh Polres Pamekasan seakan membuktikan bahwa praktik esek-esek itu benar-benar ada. Mereka beraksi dari ruangan yang sempit seperti di warung remang-remang atau kios di salah satu pojok jalan sempit.

Dengan mengandalkan keremangan malam, geliat bisnis sahwat mulai beradu dengan waktu. Saat pagelaran akbar menjelang Kerapan Sapi Piala Presiden RI beberapa sebelum puasa lalu misalnya, aktivitas prostitusi terasa. Beberapa warung remang-remang di pusat kota banyak dihuni perempuan-perempuan berbaju ketat.

Seorang rekan, sebut saja Zizan, yang bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jalan Jokotole mengajak koran ini keliling. Saat itu jarum jam menunjuk pukul 11.15. Artinya, pagelaran Semalam di Madura (9/9) di sekitar Arek Lancor belum purna. Namun, Zizan begitu antusias meminta koran ini membonceng sepeda motornya. Katanya, agar bisa melihat sendiri warung remang-remang yang menyediakan wanita panggilan. Kepada koran ini, Zizan mengatakan, perempuan di bilangan Jalan Jokotole ada kios yang menyediakan. "Lihat aja sendiri, tapi harus tampil seperti orang yang lagi pengin," katanya nyerocos sambil menyetater sepeda motornya.

Dari sekitar Arek Lancor hanya butuh waktu tak lebih dari 2 menit. Saat itu di sebuah kios tampak tak ada aktivitas. Namun setelah masuk menemui seorang perempuan paruh baya, barulah diketahui geliat dua orang perempuan. Keduanya berbaju ketat warna cerah. "Tanya sendiri sama orangnya. Tapi, hanya satu orang yang bisa. Satunya sudah ada yang pesan," ujar perempuan paruh baya yang biasa dipanggil Zizan dengan sebutan "Ibu" itu. Zizan yang terlihat familiar itu hanya tersenyum. "Sudah Bu, kita cuma lihat-lihat saja. Tapi, masak nggak ada lagi?" katanya. "Ada, tapi masih di juragannya," kata Ibu sambil menunjuk ke arah timur kota. Zizan seperti sudah paham. "Maksudnya dari Larangan," bisiknya lalu pamit meninggalkan sang Ibu.

Dari Jalan Jokotole, Zizan melajukan kendaraannya ke seputaran Jalan Agus Salim di sekitar Pasar Sedandang. Koran ini juga diajak berkelana ke beberapa warung remang-remang. Saat itu memang ada beberapa perempuan berbaju seksi.

Apakah bisa diajak 'main'? "Bisalah. Tapi, harus dibawa ke luar. Bisa ke hotel atau tempat yang aman," katanya.

Mengenai tarifnya, dari kisaran Rp 40 ribu hingga Rp 75 ribu. Itu bergantung dengan kondisi sang perempuan. Jika dilihat, umur perempuan itu antara 27 sampai 33 tahun. "Tapi, mereka ini banyak dipakai oleh sopir. Karena umurnya banyak yang sudah tua. Kebanyakan berasal dari luar Pamekasan, seperti Probolinggo, Situbondo, ada juga yang dari Sampang dan Sumenep" ungkap Zizan. "Untuk membokingnya, hanya tinggal berkomunikasi dengan maminya. Terus, diajak ke mana disuka," sambungnya.

Malam itu Zizan juga mengajak ke Jalan Dirgahayu dan Jalan Pintu Gerbang. Tujuannya sama, untuk melihat-lihat perempuan yang mangkal di beberapa warung remang-remang. "Jangan pernah berharap kalau bukan musim panen tembakau akan banyak menemui mereka. Di luar musim panen tembakau hanya beberapa saja," terangnya.

Zizan juga menjelaskan, perempuan panggilan tersebut berasal dari beberapa lokalisasi di Jawa. Pada musim tembakau, mereka secara bergelombang datang ke beberapa kabupaten di Madura. Setelah panen raya tembakau usai, mereka pun kembali ke Jawa.

Sementara itu, Kapolres Pamekasan AKBP Tomsi Tohir melalui Kasat Samapta AKP Agus Sutrisno mengatakan, pihaknya juga mengetahui adanya wanita panggilan tersebut. Karenanya, berbagai upaya telah dilakukan. Misalnya, merazia warung remang-remang dan hotel. "Kalau yang lokalisasi juga sudah sering dirazia. Untuk yang remang-remang juga sudah kita tangkap kan," katanya. Seperti diketahui, beberapa hari lalu, Polres telah menangkap enam perempuan panggilan. Mereka berasal dari Sumenep, Probolinggo dan Situbondo.

Sejauh ini Polres mengantongi beberapa nama pemilik lokalisasi yang tersebar di beberapa kecamatan. Seperti di Kecamatan Larangan, Galis, dan Batumarmar. Hampir bersamaan dengan penangkapan enam perempuan panggilan oleh Polres, tim Polwil Madura juga menangkap perempuan panggilan yang ditempatkan di salah satu lokalisasi di Kecamatan Batumarmar. "Kita pasti akan terus merazia mereka. Ini sudah komitmen," tegas Kapolres. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 21 Sept 2007