Monday, February 04, 2008

Cipta Baca Puisi Madura Lesu Darah

Greget mencipta dan membaca puisi berbahasa Madura lesu darah. Pasalnya, setiap pagelaran event lokal peminatnya selalu kalah besar dibanding luas Pulau Madura.

Staf ahli Balai Bahasa Surabaya, Achmad Zaini Makmun menyatakan hal itu di Universitas Madura (Unira) kemarin. Dia mengaku kecewa dengan jumlah peserta Lomba Cipta dan Baca Puisi Bahasa Madura yang berjumlah 17 orang. Padahal, katanya, lomb aini digelar untuk masyarakat Madura. Dia menilai, rasa bermadura di wilayah Madura itu sendiri belum maksimal.

Menurut dia, rasa bermadura dari tahun ke tahun mulai menurun. Dia semakin yakin dengan hasil riset yang memrediksi bahwa Bahasa Madura akan habis pada 2024. Itu ditandai dengan hilangnya apresiasi dan kepemilikan warga Madura terhadap bahasa ibunya.

Dia nilai, lomba yang digelar FKIP Unira itu menjadi indikator pelengkap susutnya rasa bermadura. "Dari aspek budaya, ini (hilangnya bermadura) mengancam," katanya.

Salah seorang juri lomba, Khalifaturahman, menilai pernyataan Zaini bisa benar dan bisa tidak. Menurut dia, kecilnya minat mencipta dan berpuisi Madura bisa jadi karena warga tak tertarik yang berbau Madura.

Tetapi, katanya, bisa juga panitia tidak maksimal mengumumkan informasi lomba cipta dan baca puisi Madura ini. Namun, Pria yang disapa Mamang ini mengakui, secara umum ada kelesuan apresiasi dari warga Madura untuk bermadura. "Baik dalam seni maupun dalam berbahasa," tuturnya.

Dalam lomba kemarin, penyair Yayan KS meraih juara I dan Hesbullah juara II (keduanya asal Pamekasan). Seorang lainnya asal Sumenep, Enik Sahliyah, juara III. Bertindak sebagai juri Khalifaturrahman, H M. Drajid, dan Helmi Prasetyo. (abe/mat)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 03 Feb 2008