Masuk Tahanan Dwiatmo ‘Bernyanyi’
Buntut Pembelian Pusat Pertokoan Citra Logam Mulia
Ditahannya mantan Bupati Pamekasan, Drs Dwiatmo Hadiyanto dalam kasus dugaan penyelewengan dana dalam pembelian Pusat Pertokoan Citra Logam Mulia (CLM) menimbulkan efek bola salju. Pasalnya, dalam tahanan itu Dwiatmo banyak 'bernyanyi'. Salah satunya, ia mengatakan pembelian CLM atas usulan panitia anggaran (panggar) DPRD Pamekasan. Tentu saja komentar Dwiatmo membuat terkejut mantan anggota panggar DPRD Pamekasan periode 1999-2004.
M. Suli Faris, salah seorang anggota DPRD Pamekasan periode 1999-2004 yang juga mantan anggota panggar saat pembelian CLM, membantah komentar Dwiatmo. Dia menegaskan bahwa rencana pembelian CLM adalah murni usulan tim anggaran eksekutif.
"Tidak benar dikatakan usulan rencana pembelian itu dari panggar DPRD," tandasnya, Kamis (10/4). Suli yang kini menjadi Ketua Fraksi PBB DPRD Pamekasan lalu menjelaskan kronologi rencana pembelian CLM itu. Pada saat pembahasan ABPD tahun 2003menjelang selesai, di Pemkab ada sisa anggaran yang belum terserap ke program di APBD. Jumlahnya sangat besar, Rp 19 M. Panitia anggaran minta tim anggaran agar sisa dana itu dipakai untuk program prioritas usulan masyarakat. Maka disepakati dana Rp 19 M itu akan diarahkan pada kegiatan prioritas dewan atau aspirasi masyarakat yang dianggap penting.
"Kalau tidak keliru Rp 19 M itu dibagi menjadi Rp 6 M untuk aspirasi rakyat melalui dewan dan sisanya untuk aspirasi eksekutif yang tidak masuk dalam draf APBD. Mekanisme di DPRD saat itu adalah usulan dewan satu pintu melalui ketua fraksi. Saat itu didapat sekitar 67 usulan," urai Suli. Bagian dana RP 6 M oleh panggar DPRD dipakai untuk pembangunan jalan, jembatan, peningkatan mutu jalan dan lain sebagainya yang diusulkan warga. Sementara sisa dana (Rp 13 M) untuk aspirasi eksekutif yang tidak masuk draf APBD, salah satunya pembelian CLM.
"Jadi pembelian CLM itu aspirasi eksekutif. Saat itu juga ada pembelian sepeda motor, ada pendamping DAK, pengadaan obat kesehatan dasar untuk Dinkes dan lainnya," kata Suli.
Karena eksekutif tidak buat draf lagi, maka usulannya dititipkan pada usulan dewan, sehingga jadi satu dengan usulan dewan. Maka di lembaran usulan panggar DPRD ada usulan pembelian CLM, pembangunan jalan, jembatan dan lain sebagainya. "Jadi semua usulan dewan itu jangan diartikan semua dari dewan. Ada beberapa usulan titipan eksekutif, termasuk CLM. Tidak salah mekanisme seperti ini, katanya.
Terkait jumlah Rp 7,5 M untuk pembelian CLM, Suli menegaskan bahwa itu bukan harga, namun angka kesepakatan bersama panggar dan tim anggaran. Jumlah itu sebagai dana persediaan dengan sifat anggaran maksimal. Menuruit Suli, dalam PP No. 105/2000, anggaran yang disediakan DPRD kalau berkaitan dengan belanja, maka itu maksimal. Kalau terkait pendapatan, maka pedomannya adalah angka minimal.
"Apakah dana itu akan dipakai semua, itu kewenangan eksekutif. Karena itu dalam bukti bahwa anggaran itu prinsipnya maksimal semua proyek dan pengadaan barang itu harus melalui tahapan tender. Kalau CLM itu layak Rp 6 M, maka Rp 6 M yang dipakai, sisanya kembali ke kasda," urai Suli.
Karena itu, kasus CLM ini mengemuka. Pasalnya, harga pembelian CLM dianggap terlalu tinggi dan diduga ada mark up dalam prosesnya. (mas)
Sumber: Surabaya Post, Jumat 11/04/2008
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home